Saterdag 27 Julie 2013

TAQWA DALAM BERPOLITIK MENJAUHI SUAP

oleh : H. Risman Muchtar, S.SOs.I (Anggota Majelis Tabligh PP Muhammadiyah)




".....dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam melakukan perbuatan dosa dan permusuhan. betaqwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat berat siksa-Nya" (Al Maidah/5:2)

Persoalan suap menyuap sekarang ini tidak hanya dominan dalam urusan yang berkaitan dengan birokrasi, peradilan, perpajakan dan urusan lain yang berhubungan dengan pemerintah. Tetapi masalah suap ini, kini telah merambah ke wilayah urusan yang berkaitan dengan ibadah, seperti suap untuk mendapatkan prioritas dipercepat keberangkatan menunaikan ibadah haji, yang seharusnya ia harus menunggu dua sampai tiga tahun lagi. termasuk juga suap menyuap dalam bidang politik seperti praktek membeli suara melalui serangan fajar atau suap yang diberikan kepada penyelenggara pemilihan umum mulai dari TPS sampai ke KPU.

Suap dalam bahasa Arab disebut "risywah" yang artinya pemberian uang secara tidak resmi dari seseorang kepada orang lain untuk memudahkan atau melicinkan suatu urusan atau juga untuk menghindari suatu prosedur yang dianggap menyulitkan suatu prosedur yang dianggap menyulitkan seperti urusan perizinan, mendapatkan paspor, pengurusan SIM, dan lain-lain. Suap juga dipahami sebagai seuatu pemberian yang dilakukan secara terpaksa atau tidak terpaksa olwh aeorang untuk mendapatkan keringanan atau terlepas dari jeratan hukum. Di dunia perpolitikan khususnya di Indonesia, sekarang ini lagi marak terjadi dengan apa yang disebut juga politik transaksional atau sering disebut money politic. Sebagai contohh, misalnya untuk meloloskan sebuah rancangan UU di DPR RI, ada pihak-pihak tertentu memberikan sejumlah uang kepada sejumlah uang kepada sejumlah anggota dewan sebagai hadiah atau gratifikasi. Bentuk lain dari politik uang adalah membeli suara rakyat pada saat PEMILU (Pemilihan Umum).

Politik transaksional seperti di atas dalam pandangan Islam termasuk perbuatan yang haram dan yang dilaknati oleh Allah SWT, karena perbuatan tersebut termasuk kategori risywah. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: " Allah mengutuk orang yang menyuap (Ar-Rasyi) dan yang disuap (murtasyi) dan perantara (broker) antara yang menyuap dan disuap" (HR Ahmad). Dan bagaimana Indonesia ini akan melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas, jika proses PEMILU/KADA saja dikotori oleh praktek suap ini. Seorang pemimpin (kepala daerah, anggota DPR, presiden dsb) jika terpilih dengan cara membeli suara rakyat, niscaya dia memperoleh kedudukan dengan cara tidak shah menurut pandangan hukum Islam alias haram.

Segala uang yang didapat dari proses korupsi sama halnya dengan uang curian. Walaupun uang tersebut digunakan untuk zakat, ibadah haji, atau sedekah, maka uang haram ini tidak akan diterima oleh Allah SWT. Analogi yang sama dengan orang yang mendapatkan kedudukan atau jabatan dengan cara haram, maka hukumnya pun haram. Seperti yang telah disebutkan di awal firman Allah pada QS. Al Maidah ayat 2 bahwa hukum ini juga berlaku bagi orang yang bersekongkol atau membantu dalam hal yang buruk.

Seseorang yang memilih seseorang pemimpin karena disuap, maka sesungguhnya ia telah membantu melakukan perbuatan terkutuk yang diharamkan oleh Allah SWT dan dai juga telah bekerjasama melakuakan perbuatan dosa. Jika pemimpin yang dipihnya itu melakukan korupsi untuk mengembalikan modalnya kampanye, maka orang yang memilihnuya tadi pun kecipratan dosanya


Sumber : Majelis Tabligh Edisi 23/2/2 Jumadil Akhir-Rajab 1434 H

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking